Pernahkah Anda merasa seperti tanaman di rumah Anda bisa "merasakan" kehadiran Anda?


Atau mungkin Anda pernah berbicara dengan tanaman saat menyiraminya, berharap mereka tumbuh subur?


Ternyata, bukan hanya Anda yang pernah melakukan ini. Banyak orang, terutama para pecinta tanaman dan pekebun, sering kali memperlakukan tanaman lebih dari sekadar makhluk hijau yang pasif. Lantas, apakah ada dasar ilmiah yang mendukung pemikiran ini? Apakah tanaman benar-benar bisa merasakan sesuatu, atau kita hanya sedang mengkhayal?


Pertanyaan ini menyentuh bidang yang berkembang pesat yang menggabungkan fisiologi tanaman, neurobiologi, dan filsafat, yakni kesadaran tanaman. Meskipun konsep ini terdengar seperti fiksi ilmiah, penelitian dalam beberapa dekade terakhir telah mengungkapkan perilaku tanaman yang sangat kompleks, cukup untuk menantang pandangan kita tentang apa artinya "merasakan" atau "mengetahui."


Apa Itu "Merasakan" Sebenarnya?


Sebelum membahas apakah tanaman memiliki perasaan atau tidak, kita perlu mendefinisikan terlebih dahulu apa yang sebenarnya kita tanyakan.


1. Apakah kita berbicara tentang reaksi fisik?


Jika itu yang dimaksud, jawabannya sudah jelas. Tanaman memang merespons cahaya, gravitasi, suhu, bahkan sentuhan.


2. Atau apakah yang dimaksud adalah pengalaman subjektif?


Ini lebih rumit. Emosi manusia seperti rasa takut atau bahagia, terikat pada otak dan sistem saraf. Namun, tanaman tidak memiliki keduanya. Lalu, bisakah mereka tetap memiliki bentuk kesadaran atau pemahaman? Inilah bagian yang menarik dan penuh perdebatan.


Tanaman Merespons Stimulasi dengan Cara yang Kompleks


Meskipun tanaman tidak bisa menangis atau tersenyum, mereka jelas mampu merasakan dan merespons lingkungan sekitar. Berikut adalah beberapa contoh mengejutkan:


1. Mimosa pudica melipat daun saat disentuh.


Tanaman ini, yang dikenal sebagai "tanaman sensitif," dengan cepat melipat daun-daunnya saat diganggu. Peneliti seperti Monica Gagliano, seorang ekolog evolusioner, melakukan eksperimen yang menunjukkan bahwa tanaman ini bisa belajar untuk tidak bereaksi berlebihan terhadap rangsangan yang tidak berbahaya, seperti tetesan air. Setelah terpapar rangsangan yang sama berulang kali, tanaman ini akhirnya berhenti melipat daun, menunjukkan adanya bentuk memori.


2. Pohon memberi peringatan satu sama lain.


Di dalam hutan, ketika satu pohon diserang oleh serangga, pohon-pohon di sekitarnya akan meningkatkan pertahanan kimianya, seperti menghasilkan senyawa pahit untuk mengusir hama. Fenomena ini, yang dijelaskan oleh ahli ekologi hutan Dr. Suzanne Simard, merupakan bagian dari jaringan bawah tanah yang luas yang kadang disebut "Wood Wide Web." Jamur menghubungkan sistem akar, memungkinkan pohon-pohon untuk saling berbagi nutrisi dan mungkin informasi.


3. Tanaman merespons suara dan sentuhan.


Beberapa eksperimen menunjukkan bahwa tanaman tumbuh dengan cara berbeda ketika terpapar frekuensi suara tertentu. Sebagai contoh, akar tanaman bisa tumbuh menuju suara air yang mengalir di pipa. Tanaman seperti kacang pemanjat bahkan bisa mendeteksi adanya dukungan di sekitarnya sebelum menyentuhnya.


Tanpa Otak, Namun Mungkin Memiliki Kecerdasan?


Di sinilah bahasa menjadi tantangan. Tanaman jelas tidak berpikir seperti manusia, tetapi itu tidak berarti mereka tidak responsif atau tidak menyadari. Michael Pollan, penulis The Botany of Desire, berpendapat bahwa tanaman menunjukkan semacam "kecerdasan pemecahan masalah." Mereka bisa mengadaptasi strategi, mengubah arah pertumbuhan, dan memprioritaskan fungsi tertentu saat stres, semuanya tanpa neuron. Pada tahun 2006, para peneliti menemukan bahwa tanaman menggunakan sinyal listrik melalui sel-selnya dengan cara yang sangat mirip dengan sistem saraf, meskipun lebih lambat dan tidak terpusat.


Apakah Kita Terlalu Banyak Menyamakan dengan Manusia?


Beberapa skeptis memperingatkan agar kita tidak terlalu menganggap perilaku tanaman sebagai kecerdasan atau kesadaran yang mirip dengan manusia. Dr. Lincoln Taiz, seorang fisiolog tanaman di UC Santa Cruz, mengingatkan bahwa meskipun perilaku tanaman tampak cerdas, itu tidak berarti tanaman memiliki kesadaran seperti yang dimiliki manusia. "Memberikan perasaan seperti manusia kepada tanaman adalah kesalahan besar dalam memahami apa itu kesadaran," katanya. Hanya karena tanaman bereaksi, bukan berarti mereka mengalami hal-hal dengan cara yang sama seperti hewan.


Namun, Taiz dan lainnya setuju bahwa tanaman jauh lebih dinamis daripada yang kita kira sebelumnya. Perdebatan sebenarnya adalah apakah perilaku kompleks semacam itu cukup untuk menunjukkan adanya pengalaman subjektif.


Mengapa Pertanyaan Ini Penting?


Mungkin Anda bertanya-tanya, mengapa ini penting? Bahkan jika tanaman merespons rangsangan, apa bedanya?


1. Ini mengubah cara kita melihat ekosistem.


Jika tanaman bisa berkomunikasi dan membuat keputusan, ekosistem menjadi lebih mirip dengan komunitas daripada sekadar kumpulan spesies individu.


2. Ini menantang etika kita.


Meskipun tidak ada yang mengusulkan agar kita berhenti memakan tanaman, mengakui kompleksitas mereka bisa memengaruhi cara kita menanam dan mengelola tanaman, mungkin mendorong praktik pertanian yang lebih manusiawi, atau setidaknya lebih menghormati kehidupan tanaman.


3. Ini mendefinisikan ulang kecerdasan itu sendiri.


Mungkin kita telah terlalu sempit dalam mendefinisikan kecerdasan. Jika tanaman menunjukkan memori, pengambilan keputusan, dan kerja sama tanpa otak, kita mungkin perlu memperluas pemahaman kita tentang kesadaran di luar model manusia.


Jadi—Apakah Tanaman Memiliki Perasaan?


Tidak, bukan seperti perasaan yang kita alami. Namun, mereka bisa merasakan, mengingat, dan merespons dengan cara yang menggambarkan sesuatu yang lebih dalam. Apakah Anda menyebutnya kesadaran, kecerdasan, atau hanya biologi tingkat tinggi, yang jelas adalah: tanaman bukanlah makhluk pasif. Mereka adalah peserta aktif dalam lingkungan mereka.