Anda mungkin sudah sering mendengar nasihat: "Jangan main ponsel sebelum tidur." Namun kenyataannya, sebagian besar dari kita tetap saja melakukannya. Entah itu membalas pesan terakhir, menonton satu video tambahan, atau sekadar melihat berita terbaru sebelum lampu kamar dimatikan.
Kita sering beralasan bahwa itu terasa menenangkan. Sayangnya, begitu kepala menyentuh bantal, justru sulit terlelap atau bangun dalam keadaan lelah. Pernahkah Anda berpikir bahwa penyebabnya bukan hanya stres atau kafein, melainkan cahaya biru dari layar gawai?
Cahaya dingin yang keluar dari ponsel, tablet, atau laptop tidak hanya menerangi ruangan, tetapi juga mengirimkan sinyal kuat ke otak bahwa masih siang hari. Hal inilah yang secara diam-diam mengacaukan salah satu ritme penting tubuh: siklus tidur. Mari kita bahas lebih jauh apa sebenarnya dampak cahaya biru terhadap tubuh, temuan terbaru dari para peneliti, serta langkah sederhana yang bisa Anda lakukan mulai malam ini.
Sinar matahari terdiri dari berbagai spektrum warna, termasuk cahaya biru dalam jumlah besar. Tubuh manusia berevolusi untuk menggunakan cahaya biru alami di pagi hari sebagai "alarm biologis" yang membuat kita terjaga sekaligus menyetel ulang jam biologis internal, yang dikenal sebagai ritme sirkadian.
Masalah muncul ketika cahaya biru buatan dari layar digital hadir pada waktu yang salah, yakni malam hari. Saat mata menangkap kilau buatan ini, otak keliru menafsirkan sinyal tersebut sebagai tanda bahwa hari masih siang, sehingga ia menunda proses untuk tidur.
Hal ini terjadi karena di dalam mata terdapat sel khusus bernama ipRGCs (intrinsically photosensitive retinal ganglion cells) yang sangat peka terhadap cahaya biru. Ketika terstimulasi di malam hari, sel ini menekan produksi melatonin, yaitu hormon alami yang memberi sinyal pada tubuh bahwa waktunya tidur sudah tiba.
Sebuah studi pada tahun 2023 yang diterbitkan dalam Sleep Medicine Reviews menemukan bahwa dua jam menatap layar sebelum tidur dapat menurunkan kadar melatonin hingga 23% dan menunda waktu tidur rata-rata lebih dari 30 menit. Bahkan, efeknya dapat bertahan hingga malam berikutnya, yang berarti gangguan tidur bisa menumpuk dari hari ke hari.
Gangguan tidur akibat cahaya biru bukan sekadar soal sulit terlelap. Dampaknya bisa meluas pada suasana hati, konsentrasi, hingga kesehatan jangka panjang.
Menurut Dr. Ivy Cheung Armstrong, seorang pakar ritme sirkadian dari Northwestern University, "Bahkan cahaya biru dengan intensitas rendah dari ponsel di ruangan gelap tetap mampu menekan melatonin secara signifikan. Jadi bukan hanya soal kecerahan, melainkan juga waktu paparan serta panjang gelombangnya."
Beberapa penelitian terbaru memperkuat fakta ini:
Remaja paling rentan. Studi tahun 2022 yang diterbitkan di JAMA Pediatrics menunjukkan bahwa remaja yang menggunakan gawai dalam satu jam sebelum tidur memiliki risiko 45% lebih besar untuk tidak mendapatkan tidur ideal 8–10 jam per malam.
Mode malam tidak cukup. Fitur seperti Night Shift atau Blue Light Filter memang mengurangi sebagian spektrum biru, tetapi tidak sepenuhnya efektif. Penelitian tahun 2021 dari University of Manchester menemukan bahwa layar hangat sekalipun tetap bisa menunda pelepasan melatonin hingga 20 menit.
Risiko jangka panjang nyata adanya. Gangguan ritme sirkadian kronis dikaitkan dengan meningkatnya risiko gangguan metabolisme, penurunan daya tahan tubuh, hingga masalah suasana hati menurut American Academy of Sleep Medicine.
Mengetahui risikonya adalah satu hal, tetapi yang lebih penting adalah bagaimana mengatasinya. Kabar baiknya, ada beberapa cara sederhana namun terbukti efektif:
1. Tetapkan "Jam Bebas Gawai" 60–90 Menit Sebelum Tidur
Matikan semua perangkat digital seperti ponsel, televisi, atau laptop sebelum tidur. Gunakan waktu tersebut untuk aktivitas ringan yang menenangkan, misalnya membaca buku fisik, menulis jurnal, atau melakukan peregangan. Agar konsisten, pasang pengingat harian di ponsel.
2. Gunakan Kacamata Anti-Cahaya Biru
Kacamata dengan lensa berwarna amber atau oranye mampu memblokir cahaya biru pada panjang gelombang 450–480 nm, wilayah yang paling berpengaruh terhadap penekanan melatonin. Sebuah uji klinis tahun 2020 menunjukkan bahwa orang yang memakai kacamata ini tiga jam sebelum tidur bisa tertidur 13 menit lebih cepat dan merasa lebih segar keesokan paginya.
3. Atur Pencahayaan Ruangan
Lampu putih terang sebaiknya diganti dengan lampu hangat atau redup di malam hari. Gunakan lampu meja atau lampu sudut alih-alih lampu plafon. Jika perlu lampu malam, pilih warna merah atau amber karena paling sedikit mengganggu ritme tubuh.
4. Optimalkan Pengaturan Layar
Jangan hanya mengandalkan mode malam. Turunkan kecerahan layar secara manual, gunakan aplikasi seperti f.lux atau Iris yang menyesuaikan suhu warna sesuai waktu lokal, dan aktifkan mode abu-abu (grayscale) menjelang tidur. Hilangnya warna membuat layar kurang menarik untuk ditatap terlalu lama.
Anda tidak harus berhenti total menggunakan perangkat elektronik. Namun, mengubah kebiasaan kecil dapat membuat perbedaan besar terhadap kualitas tidur dan energi harian.
Pernahkah Anda bangun tanpa alarm dan merasa segar bugar? Itu adalah tanda tubuh bekerja sesuai ritmenya, bukan melawan cahaya buatan yang mengacaukan jam biologis.
Mulailah dengan satu perubahan saja minggu ini: memakai kacamata anti-cahaya biru saat menonton televisi, menaruh ponsel di luar kamar tidur, atau membaca buku cetak sebelum tidur. Setiap langkah kecil mendekatkan Anda pada tidur yang lebih berkualitas.
Jadi malam ini, sebelum menyalakan layar sekali lagi, tanyakan pada diri Anda: Apakah 10 menit tambahan untuk menggulir layar benar-benar sepadan dengan rasa kantuk dan lelah besok pagi? Jawaban Anda bisa menjadi awal dari tidur yang lebih nyenyak dan hidup yang lebih segar.